Kali ini gue mau bercerita tentang Mas Budi Setyarso. Untuk yang sering baca Majalah ataupun Koran TEMPO, mungkin nggak asing sama Mas Budi.
Mas Budi adalah bungsu dari 4 bersaudara. Sampai sekarang sih masih kontekan sama saudaranya lewat group Whatsapp Klan Setyarso. Anyway kalo dimana-mana group keluarga sering banget jadi sarana penyebaran hoax dari tante/om lo gitu, kayaknya nggak mungkin deh ya di group ini kayak gitu. Secara ada Pemrednya Koran TEMPO HAHAHAHHA. Jelasnya, kedudukan tertinggi di SBU koran. Sungkem, hormat.
SMPnya berjarak 2 jam dari Magelang. Namun karena di sana nggak ada SMA yang bagus, Mas Budi masuk ke SMA 1 di Magelang dan harus ngekos sendirian. Mandiri.
(Mas Budi yang paling kiri dari baris kedua). Dulu kalau lagi males belajar dan gurunya nggak masuk, dia bolosnya maen ke wisata taman bunga. Lincah juga loh, seumur-umur bolos gitu katanya sih nggak pernah ketahuan. (Source image)
Setelah dunia belajar, perbolosan dan kebahagiaan SMA kelar, tahun 1990 Mas Budi daftar kuliah jurusan kedokteran dan sosial ekonomi pertanian di UGM (kalo anak pinter gini ya maennya UGM, apalah gue deru dan debu). Ternyata Mas Budi diterima jurusan sosial ekonomi pertanian! Buat yang bingung jurusan ini belajar tentang apa, katanya sih belajar “sosiologi pertanian.” Oke sorry, mungkin malah makin bingung ya? Sama. Googling aja gih. Intinya jauh lah dari dunia jurnalistik, hahaha.
Tahun 1990, di UGM. Mas Budi yang di kanan atas. (Source image)Nggak cuma ikut kelas di kampus, Mas Budi menjadi ketua di organisasi mahasiswa sosial ekonomi pertanian tingkat nasional. Waktu itu buat naik pesawat bakalan mahal banget. Jadi kalau ada kegiatan yang mengharuskan para anggota untuk ke luar kota yang jaraknya jauh gitu, mereka biasanya naik mobil, bus atau kapal. Pernah pergi ke Kendari, Bali, Sulawesi dst. (Source image)
Tahun 1992 tulisan Mas Budi sesekali mulai dimuat majalah kampus. Kalau dia ada uang, dipake buat beli koran Republika atau Majalah TEMPO. Tapi sebagai anak kampus yang ngirit, Harian Republika cuma dibeli seminggu sekali waktu ada bahasan suplemen politik. Tau-tau di tahun 1994, Majalah TEMPO dibredel, jadi nggak bisa beli Majalah TEMPO dulu deh. Ngirit sih, cuma yah gitu deh.
Sambil bolak balik di semua kegiatan, waktu itu kadang Mas Budi ikut demonstrasi. Pada 03 Desember 1991, dia ikutan demo besar-besaran yang menentang Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB). Tapi memang SDSB itu apa sih? Jadi gini.
Tahun 1960-an, Bandung mengumpulkan dana dengan lotre yang disebut Toto Raga. Lotre ini berdasarkan penebakan pemenang di pacuan kuda.Di Jakarta, pada masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin, lotre sejeniskayak gitu disebut Toto dan Nasional Lotre (Nalo). (Source image)Kupon SDSB. 28 Desember 1985, lahir berdasarkan UU No 22 Tahun 1954 tentang undian, program pengumpulan dana sumbangan untuk olahraga yang mengeluarkan kupon undian berhadiah seperti ini diluncurkan dengan sebutan Porkas. Banyak masyarakat ngarep menang, jadi uangnya dibela-belain untuk membeli kupon lotere yang diundi seminggu sekali itu. Mending kalo tajir. Kalo kere? Mending kalo menang. Kalo enggak? (Source image)
Akhir 1987, Porkas berubah nama menjadi Kupon Sumbangan Olahraga Berhadiah (KSOB). 1 Januari 1989, SOB dan TSSB diganti permainan baru bernama Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah (SDSB). 25 November 1993, pemerintah membatalkan pemberian izin untuk pemberlakuan SDSB. Habis itu yang udah biasa ikutan judi, jadi maen judi togel (toto gelap). Kalau mau tau lebih lanjut tentang ini semua, monggo jadi detektif di Google yak!
Ini nih togel. Misalnya lo mimpi apa semalem, isi mimpinya dicocokin di buku tafsir togel, nemu kode angka, beli deh lotere togel dengan angka tersebut. Ngarep menang banget pas diundi. (Source image).
Orang jadi kebiasaan judi mulu. Makanya Mas Budi demo.
03 Desember 1991, Mas Budi berada diantara sekitar 9.000 mahasiswa dari UII, UIAN dan UGM yang tergabung dalam Komite Mahasiswa Anti SDSB. Mereka melakukan aksi demonstrasi yang dimulai dari Boulevard kampus UGM Bulaksumur, melewati Jalan Cik Ditiro, Jalan Jendral Sudirman, Jalan Mangkumubi dan berakhir di gedung DPRD di Jalan Malioboro. (Source image)
Pokoknya kalo ada isu hits, zaman dulu kan nggak ada broadcast di Whatsapp, jadi para mahasiswa model-model Mas Budi gini ngumpul, diskusi keras gitu.
Saking aktifnya di kegiatan mahasiswa, 1995 Mas Budi baru kelar kuliah. Tapi katanya sih di zaman itu, kelar kuliah dalam waktu 5 tahun itu normal. Ada yang baru lulus 6-7 tahun (kalau zaman sekarang mah udah dikatain “mahasiswa abadi” ya).
Akhirnya Mas Budi lulus kuliah! Sempet keterima kerja di Bank habis tahapan beberapa kali test, tapi dia memutuskan untuk nggak kerja di sana. Emang bawaannya pengen ke dunia jurnalistik aja gitu. (Source image)Juli 1996, Mas Budi menjadi jurnalis di Harian Republika Jakarta. Koran ini kontennya politik banget pokoknya, makanya Mas Budi mau gabung. (Source image)
Cuman kadang bahaya bener nih jadi jurnalis. Tahun 1998, setelah Orde Baru, kasus penculikan aktivis yang terjadi di 1997-1998 mulai terungkap. Yang dituduh sebagai dalang adalah beberapa anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Suatu hari Mas Budi dapat informasi dari teman (informan banget gitu deh) kalau sedang ada pemeriksaan di markas Kopassus, daerah Cijantung, Jakarta. Nggak banyak yang tau informasi pemeriksaan itu. Makanya dia datang sendiri sebagai wartawan dari Republika. Sebenarnya sih ada beberapa pejabat yang dikenal, tapi semua lagi pada di dalam markas itu.
Waktu Mas Budi masuk diam-diam ke sana, tau-tau disamperin 2 tentara yang nyosorin bedil ke kepalanya. Bedil beneran, bukan beginian. Pas kaget mau ditembak, tau-tau seorang fotografer yang hubungannya dekat banget sama tentara, berteriak, “Sob, sob! Tunggu! Itu Budi, temanku!” Nggak jadi liputan tapi minimal nggak jadi mati. (Source image)
Emang dunia jurnalistik banyak enaknya, tapi nggak semuanya bikin enak. Tapi kalau udah cinta, apa juga dimakan kan?
Yang seru dari menjadi orang media adalah, lo bisa mendapat banyak informasi berharga, walaupun nggak semua bisa lo tulis. Lalu biasanya media punya akses kepada narasumber yang hits kayak pejabat dan orang penting lainnya. Walau nggak semua pihak senang bergaul sama media, tapi biasanya mereka punya kepentingan agar media mempublikasikan informasi yang ingin mereka sebarkan. Jadi, sebagian dari orang “penting” mau berusaha dekat dengan media. Tapi yah ada juga yang males gaul sama orang media, kayak memandang rendah atau takut.
1999, Mas Budi bersama KSAD Jend.Subagyo ketika meliput TNI di Papua. (Source image)Ada juga kejadian kayak gini. Apalagi kalau beritanya jelek, kudu disampaikan ke pihak bersangkutan yang ditulis, kalau berita dibuat berdasarkan fakta dan publik perlu tau. Biasanya sih yang ditulis jelek pasti bete sih. Kalo kejadian kayak gini, kudu pinter-pinter memperbaiki hubungan sama pihak terkait. Selama Mas Budi di dunia media, cuma ada 2 orang yang memutuskan hubungan karena case kayak gini. Yang lain sih biasanya ngerti. Walau syudah thidak bisa shama sheperti dhulu
Keadaan politik Indonesia mulai stabil, lalu Mei 1998 Presiden Soeharto jatuh dari jabatannya. 12 Oktober 1998 Majalah TEMPO terbit lagi. Tahun 2001, PT. Arsa Raya Perdana go public dan diubah namanya jadi PT Tempo Inti Media Tbk. (Perseroan). Uang hasil go public dipakai untuk membuat Koran TEMPO. Tahun itu Mas Budi gabung ke TEMPO.Menurut dia, kalo mau tau jurnalistik yang sesungguhnya, ya di TEMPO karena nggak pernah dilarang menyinggung berita “berbahaya.” Kalau ada berita yang ditunda, bukan karena takut, tapi bisa jadi karena ada berita yang lebih menarik atau bahan tulisan yang belum lengkap/belum mendapatkan validasi informasi. Independensinya terjaga.
Mas Budi kelihatan enjoy maksimal berkarya di TEMPO. Kadang dia juga mengajar ilmu jurnalistik untuk membagi knowledgenya.
Semua berita di TEMPO nggak boleh sembarangan terbit. Majalah TEMPO mengadakan rapat seminggu 3 kali. Mulai dari usulan atau merencanakan topik yang diangkat minggu berikutnya, sama ada rapat checking. Terus tiap Rabu siang ada rapat opini yang diikuti semua editor dan redaktur pelaksana untuk menentukan bagaimana sikap TEMPO terhadap suatu masalah pemberitaan. Apakah pembahasan berita itu sesuai aturan normatif? Dari sisi HAM, hukum, kemanusiaan, dst gimana? Karena membawa nama institusi, siapapun yang akan menulis dalam rubrik opini akan menulis sikap yang sudah didiskusikan bareng, berdasarkan hasil notulensi rapat. Nggak boleh nentuin sikap sendiri.
Misalnya ketika aliran Ahmadiyah ditentang sebagian besar muslim di Indonesia karena dianggap sesat, tapi TEMPO melihat sisi kebebasan dalam memeluk agama adalah Hak Asasi Manusia yang tidak boleh diintervensi oleh negara, dipengaruhi orang lain, apalagi ditekan oleh kekuatan mayoritas. Bukan berati menurut mereka Ahmadiyah bener atau salah ya, again, dalam kasus ini mengenai semua orang harus bebas memeluk kepercayaannya masing-masing.
Eksklusifitas dari berita yang ditulis juga sangat penting di TEMPO. Gimana lo bisa tahu “lebih” dibandingkan media lain. Investigasi jadi proses yang penting banget walau effortnya lebih besar dibandingkan liputan biasa. Mas Budi merasa bangga waktu bisa menghasilkan tulisan yang bagus dan berdampak cukup besar untuk banyak orang.
Contohnya kasus simulator SIM yang melibatkan Inspektur Jenderal, Djoko Susilo. Tadinya belum diangkat media lain maupun KPK. Setelah ditulis oleh Majalah TEMPO edisi 23 April 2012 dengan judul laporan “Simsalabim Simulator SIM”, Kepala Bareskrim Polri, Komisaris Jendral (Pol) Sutarman memutuskan untuk memulai penyelidikan untuk kasus tersebut. 30 Juli 2012 KPK menggeledah ke gedung Korlantas. Besoknya KPK menetapkan Djoko sebagai tersangka dan September 2013, tersangka divonis hukuman penjara dan denda. (Source image)
Dan setiap tulisan yang terbit di TEMPO pasti melewati proses editing oleh editor dari segi konten, lalu diedit lagi oleh editor bahasa, dst. TEMPO punya guideline bahasa sendiri yang aturannya harus diterapkan di semua tulisan yang dihasilkan. Mau lo udah level jadi pemimpin redaksipun, tetep harus diedit tulisannya.
Secara reguler TEMPO mengadakan rapat evaluasi. Semua tulisan yang terbit, dievaluasi oleh evaluator yang berposisi sebagai redaktur khusus di TEMPO. Salah satunya adalah Pak Amarzan Loebis.
Mas Budi beberapa kali mendapatkan tawaran untuk bergabung dengan media lain. Tawarannya asik sih, dengan fasilitas yang luksuri gitu. Tapi Mas Budi tetap bertahan di TEMPO, again karena menurut dia kalau jurnalistik murni, ya di sini. Kerja bukan cuma soal uang, tapi bisa mendapatkan ruang untuk berpikir dan berkarya dengan tidak dikungkung oleh banyak hal seperti politik dan kepentingan bisnis pihak lain.
Salah satu pendapatan dari media tentu dari iklan. Di TEMPO, tulisan dari redaksi yang memuat tentang pihak tertentu nggak boleh diganggu gugat oleh marketing walaupun pihak tersebut sedang menjadi klien yang memasang iklan dengan budget gede. Berita dibuat berdasarkan fakta yang ditemukan, tidak dipengaruhi faktor suka nggak suka ataupun dekat nggak dekat. Makanya, 21 Juni 1994, pada zaman pemerintahan Soeharto, TEMPO dibreidel karena mempertahankan identitasnya. Ditutup.
Tanggung jawab dari media sangat besar, karena bisa mempengaruhi opini publik. Jadi bener-bener nggak boleh sembarangan, apalagi ketika tulisan lo bisa mempengaruhi orang dalam mengambil keputusan. Penulis di media berposisi sebagai orang yang menghubungkan sumber yang kredibel dengan pembacanya. Misalnya lo memuat artikel “tren bisnis di tahun 2045”. Artikel ini bisa saja menjadi referensi untuk banyak perusahaan dalam merencanakan strategi bisnisnya.
Manusia nggak ada yang sempurna. Dulu Mas Budi pernah salah menghitung kurs untuk berita di halaman depan Koran TEMPO. Yang harusnya 400 juta rupiah, ditulis jadi 4 milyar rupiah. Akibatnya, selain di publik Mas Budi jadi bulan-bulanan, dia jadi karyawan pertama di TEMPO yang mendapatkan sanksi pengurangan sekian persen gaji selama 3 bulan. Editornya juga dapat sanksi karena harusnya bisa ngecek yang bener. (Source image)Tapi menurut beberapa sumber sih nih, Mas Budi punya etos kerja yang bagus. Wartawan biasanya punya habbit waktu yang longgar (nggak semuanya ya!). Janjian meeting jam 9, kok mulainya jam 10. Padahal deadline berita segudang. Soal ini, Mas Budi tipe yang jam 8.55 diusahakan udah di dalam ruang meeting. Sebenarnya bagi Mas Budi, tepat waktu bukan habbit yang susah dilakukan. Tapi dia berusaha mengajak rekan yang lain bisa menghargai waktu. Gimana biar pas udah jam meeting, nggak usah dipanggil-panggil lagi, semua orang udah ada di ruang meeting.2009 – 2011, Mas Budi bekerja sambil melanjutkan kuliah Magister Management dan Strategic Management di Prasetiya Mulya Business School. (Source image)TEMPO sering banget diaduin ke dewan pers. Dalam kode etik jurnalistik, ada tentang asas praduga tak bersalah. Jadi lo nggak boleh bilang orang jadi tersangka kalau dia belum divonis pengadilan. Jadi untuk model kasus kayak gini semua tuduhan disebutnya “diduga” gitu. Karena hal ini, ketika menaikan berita tentang kasus dana reklamasi – Ahok, TEMPO dinyatakan bersalah oleh Dewa Pers karena dianggap menghakimi. Akibatnya waktu itu TEMPO diserang secara terbuka oleh pengadu.
Mas Budi sebagai pemimpin harus selalu pasang badan kalau ada pihak yang nggak setuju dengan tulisan dari TEMPO. Misalnya Ini yang lagi hits nih, tentang saksi kunci E-KTP.
31 Juli 2017, Merayakan adanya 100.000 pelanggan berlangganan Koran TEMPO digital. Direktur Utama PT Tempo Inti Media Tbk, Toriq Hadad, memberikan ucapan selamat simbolis ke Mas Budi sebagai Pemimpin Redaksinya. (Source image)Di tengah kesibukannya sebagai pemred Koran TEMPO maupun kadang mengajar, sebenarnya Mas Budi pengen bisa nulis cerpen yang dimuat di media. Ayo kita komporin Mas Budi rame-rame, biar nulis cerpen sama novel fiksi! Hahaha. (Source image)Dari Mas Budi gue melihat bagaimana orang yang konsisten berkarya sesuai dengan strenghtnya, dan selalu memberikan effort terbaik, nggak akan sia-sia. Dia melewati proses tempaan yang sangat panjang dengan memilih lingkungan bertumbuh yang tepat, sambil karyanya terus memberikan informasi yang enak dibaca dan perlu, untuk masyarakat Indonesia.
Kalo baru kena sambit masalah dikit aja udah nyerah, pulang ke rumah mama aja.
—
Dokumentasi.
Masa SMA yang sepertinya menyenangkan. DI tengah bunga-bunga nih kayaknya. ( Source image)Lawas nih lawas. Mas Budi yang megang gitar. (Source image)Jeng-jeng, ikutan Lomba vocal group Penegak Bantara. (Mas Budi kedua dari kanan, baris kedua). (Source image)Tahun 1992, di Pura Besakih. Mas Budi yang paling kanan. (Source image)Setelah pacaran dari 1992-1999, Mas Budi dan Mbak Atiek Setyarso menikah. (Dokumentasi pribadi Budi Setyarso). Beh SBY sama Ibu Ani Yudhoyonon dateng!Oktober 1999, ketika Mas Budi meliput Akbar Tanjung. Muka seriusnya nggak berubah yha dari dulu ahahaha. Itu loh, Mas Budi yang di tengah, pakai baju warna biru dan menghadap ke narasumber. (Source image)24 Oktober 2008, Coba tebak konsep foto bareng team TEMPO di sini. Dari kiri: Wahyu Dhyatmika, Arif Zulkifli, Yuliawati, Budiriza dan Budi Setyarso. (Source image)29 Oktober 2008, para pekerja keras dari TEMPO sedang tidur di kantor. Ada Kurie Suditomo, Philipus Parera, Abdul Manan dan Budi Setyarso. (Source image)15 Desember 2008, rapat kerja Majalah TEMPO. Mas Budi menerima nasib nggak ada dia di foto, karena dia yang motret. (Source image)11 Februari 2009, ceritanya Mas Budi lagi mau menghipnotis rekannya, Wahyu Dhyatmika (Bli Komang) di kantor TEMPO Ahahahha. (Source image)7 September 2009, Mas Budi bersama Aufar Nurlis, Daru Priyambodo, Zufar Setyarso,Nurlis E. Meuko, Elik Susanto, Jobpie, Meiky Sofyansyah dan Gendur Sudarsono. (Source image)20 Mei 2011, kayaknya kantor TEMPO, di Velbak (Jakarta), bener-bener jadi rumah kedua. (Source image)22 September 2011, Harun Mahbub, Anne Handayani, Bina Bektiati,S Malela Mahargasarie, Bagja Hidayat, Tommy Aryanto dan Budi Setyarso di kantor TEMPO. (Source image)Juli 2014. (Source image)21 Agustus 2014, bersama Jusuf Kalla. (Source image)Sebagai satu dari 10 “Tokoh yang Mengubah Indonesia” menurut TEMPO, waktu itu Ahok difoto di kantor Tempo, Jalan Proklamasi 72 Jakarta. Ia diundang untuk difoto ulang, sebab Hendra Suhara (fotografer) tidak puas dengan foto-foto yang dibuatnya di Belitung pada Desember 2006, ketika pertama kali Hendra dan Mas Budi bertemu dengan Basuki Tjahaya Purnama. (Source image)24 April 2015, pusing banget kayaknya mau pindahan kantor dari Velbak ke Palmerah, Jakarta. (Source image)28 April 2015, Tri Rismaharini, Walikota Surabaya, menjadi tamu penting pertama di Gedung Tempo yang baru. (Source image)2 April 2016, bersama Anies Baswedan. (Source image)Juni 2016, keluarga TEMPO merayakan kemenangan Tempo di World Cup of Newsroom Innovation yang digelar oleh Global Editors Network di Wina, Austria. (Source image)Berkaitan dengan Majalah TEMPO Edisi khusus kemerdekaan dengan cover Chairil Anwar, 15 Agustus 2016, TEMPO membuat acara pembacaan puisi Chairil Anwar yang melibatkan Dian Sastrowardoyo, Tito Karnavian (Kepala Polri Jenderal), Sudirman Said (Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral), Ana Mustamin (Direktur SDM & Umum Bumiputera), Rano Karno (Gubernur Banten), Reza Rahadian, Dian Siswarini (Direktur Utama PT XL Axiata), Sha Ine Febriyanti, Agus Rahardjo (Ketua KPK), Cellica Nurrachadiana (Bupati Karawang), Neneng Hasanah Yasin (Bupati Bekasi), Budi Karya Sumadi (Menteri Perhubungan), Sophia Latjuba, Anies Baswedan, Hanif Dakhiri (Menteri Tenaga Kerja), Retno L.P Marsudi (Menteri Luar Negeri), Agus Martowardojo (Gubernur Bank Indonesia), Enggartiasto Lukita (Menteri Perdagangan), Susi Pudjiastuti (Menteri Kelautan dan Perikanan), Raline Shah, Sri Mulyani (Menteri Keuangan). (Source image)31 Agustus 2016, bersama rekan-rekan dari TEMPO. Dari kiri: Budi Setyarso, Setri Yasra, Bagja Hidayat, Arif Zulkifli, dan Amarzan Loebis. (Source image)3 Maret 2017, bersama para kepada daerah terbaik pilihan TEMPO. Yansen (Bupati Malinao), Tri Rismaharini (Walikota Surabaya), Hasto Wardoyo (Bupati Kulonprogo), Azwar Anas (Bupati Banyuwangi), Suyoto (Bupati Bojonegoro), dan Ramdhan Pomanto (Walikota Makassar). Ada lagi yang belum datang: Ridwan Kamil (Walikota Bandung) dan Nurdin Abdullah (Bupati Bantaeng). (Source image)10 Maret 2017, ceritanya lagi nyantai pakai hammock kantor TEMPO. Sekarang sih hammocknya udah nggak ada, talinya putus hahahaha. (Source image)24 Maret 2017, Arif Zulkifli (Pemred Majalah Tempo) dan Mas Budi dengan latar salah satu mural Kartini di kantor TEMPO. (Source image)3 Juni 2017, Mas Budi bersama team TEMPO foto bareng setelah mewawancarai Presiden Jokowi idolaqu. (Source image)Nggak di kantor, nggak di luar kantor, doyan banget minum kopi yang nggak disobek. (Source image)17 Juni 2017, Arif Zulkifli, Setri Yasra, Budi Setyarso, Qaris Tajudin dan Wahyu Dhyatmika dari TEMPO dihibur dengan #ngopidikantor selama deadline. (Source image)16 Agustus 2017, Koran TEMPO mengeluarkan edisi khusus Kemerdekaan. (Source image)